Wednesday, October 26, 2011

suatu hari yang temaram, selepas senja rembang petang

di suatu hari yang temaram, selepas senja rembang petang
ada diam yang digenggam, tidak tau kemana arahnya
ada sepi yang melingkupi, walau di luaran pekak keramaian
ah tidak semuanya ramai, ada juga tenang dalam peristirahatan

di suatu hari yang temaram, meski dimulai pagi yang berseri
matahari menyengat terik, tak peduli kemana arahnya
orang-orang mengusahakan kemanusiaannya, dibawah langit yang sama
ada hedon, ada compassion, tanggungjawab, bela rasa, kewajiban
di setiap hari, cerita-cerita silih berganti

saat siang begitu berkuasa, dan muntahan cahaya begitu bebasnya
saat semua hal dilakukan atas nama kewajiban
emosi-emosi dicurahkan dalam rona-rona yang berkeliaran
terkadang liar, terkadang banal, tidak mengerti apa itu kesopanan

lihat siang di sini bisa begitu cerahnya, udara terasa hangat
siang di sana mungkin berkabut, awan hitam menutupi langit seakan petang menjelang
siang yang lain mungkin sudah hujan, dingin udara, dingin di hati
siang bisa berbeda beda, kadang menggembirakan bagi beberapa orang, sakit untuk yang lainnya

di suatu hari, urutan waktu tak pernah berganti
ada siklus yang seakan sudah menjadi aturan alam yang harus dipatuhi
jika itu berubah, kiamat namanya. saat kita mempertanggungjawabkan semua hal yang dilakukan

namun di suatu hari, sebuah asa bisa berganti-ganti
layaknya permainan dadu seorang penjudi, kadang yang ada hanyalah keuntungan
kita untung jika semua hal menjadi baik dan indah, mudah dan menyenangkan
namun sering, keuntungan hanyalah khayalan yang hanya ada dalam impian

apakah suatu hari akan abadi, mampukah kita menahannya
hari pasti berganti, jika malam menutupnya, mengantarkan pada peraduan dalam sepi
di suatu hari yang temaram, selepas senja rembang petang
ada diam yang digenggam, ada bayangan yang berkeliaran

di hari ini: perasaan, angan, dan impian mengaburkan batasannya



Tuesday, October 18, 2011

ini bukan suatu kebanggaan

ceritanya bermula dari saat kecelakaan motor yang aku alami saat lulus SMP bertahun-tahun silam..
temanku yang di depan harus kehilangan salah satu matanya, hidung, bibir, dan giginya akibat kecelakaan itu. aku juga harus dirawat di RS PKU Muhammadiyah selama 1 minggu.

pada saat kami dirawat di UGD itu, kami menerima transfusi darah dari orang yang tidak kami kenal, tapi yang jelas menyelamatkan nyawa kami.

sejak itu aku berniat untuk menyumbangkan darahku kepada orang lain. mulai teratur menjadi donor di rumah sakit manapun yang menyediakan unit transfusi darah (dulu pengambilan darah belum dipusatkan di PMI). niat awalnya ingin membalas budi: kalau aku dulu pernah diselamatkan karena transfusi darah, maka biarlah darah ini menyelamatkan orang lain juga.
lama-kelamaan ini menjadi seperti kebiasaan yang menyenangkan, kadang belum sampai 3 bulan (minimum durasi donor darah 80 hari) aku pernah curi-curi menyumbang darah. pernah diterima satu kali untuk neneku ku sendiri waktu itu karena mendesak, padahal belum ada sebulan aku donor - untung tidak terjadi apa-apa dengan beliau waktu itu (arwahnya tenang sekarang di akhirat).

mulai menembus angka 10 lebih, 20 lebih, 30 lebih, ini kemudian menjadi semacam ambisi. minimal aku harus donor darah 1 tahun 4x, sehingga nanti bisa tembus angka 100. kalau perlu tidak hanya donor darah normal tiga bulanan, aku lalu mendaftar donor darah pheresis (donor trombosit darah). waktunya lebih lama (2 jam) dibandingkan donor darah biasa (10 menit) akan tetapi interval nya lebih singkat (hanya dua mingguan) sehingga bisa lebih sering (pheresis ini dilakukan kalau misalnya ada kebutuhan, jadi harus langsung).
minum alkohol pun dijaga, 3minggu sebelum donor jangan minum supaya darahnya bersih dan tidak ditolak PMI saat dilakukan pemeriksaan.

rasanya bangga, apalagi kalau dilihat yang ambil darah, "wah hebat yah mas, masih muda sudah 60 kali lebih donor darahnya!" seperti sudah jadi orang yang berguna bagi orang lain. kayak sudah hebat sekali. apalagi sekarang tiap donor diambilnya 450ml, jumlah terbanyak karena berat badan.

tapi beberapa minggu lalu saat diambil darah terakhir, aku melihat ke sekeliling, ke orang-orang yang juga menyumbangkan darahnya. ada remaja yang sepertinya baru pertama kali sehingga takut-takut menyumbang darah, ibu-ibu berjilbab yang nampak pasrah dan tenang, dua suster yang tersenyum saat ditusuk (padahal sakit), bapak-bapak tua..

aku jadi berpikir, tidak ada yang istimewa dengan menyumbangkan darah kepada orang lain. ini bukan suatu kebanggaan yang harus disombongkan. menyumbangkan darah justru malah bermanfaat juga bagi kita yang jadi donor karena membantu menjaga Hb, darah terus segar karena di produksi lagi, dan banyak manfaat yang lain. kita tidak lantas menjadi pahlawan dengan menyumbangkan darah..

terpekur malu aku lihat darahku mengalir melalui selang menuju kantong darah di timbangan, bagiku ini seharusnya lebih sebagai penebusan: untuk semua hal buruk yang sudah aku lakukan, untuk kehidupan-kehidupan yang aku khianati.. dan yang jelas ini juga kewajiban untuk semua manusia, saling menolong satu sama lain

jadi aku mengajak kalian semua, jika kondisimu memungkinkan, untuk menyumbangkan darahmu pada orang lain yang pasti membutuhkannya. bukan untuk menjadi seorang yang lebih baik, bukan untuk menjadi kebanggaan dan kesombongan, tapi karena memang kita mau, dan kita mampu..
karena kita mencintai sesama kita.

ini bukan suatu kebanggaan, ini adalah cinta...

Thursday, October 13, 2011

kesombongan tak pernah menghasilkan kesempurnaan

sudah lama aku menginginkan sertifikasi ini, selain menambah pengetahuan juga bisa melengkapi expertise yang aku punya dalam pekerjaan. sertifikasi terakhir yang aku miliki di tahun 2008, sebelum aku memilih meneruskan kuliah lagi, sesudah lulus baru terpikir untuk kembali mengambil program-program sertifikasi yang aku perlukan. maka ketika ada kesempatan dan biaya, aku memutuskan untuk belajar lagi dan mengambil ujian sertifikasi. untunglah proses belajar nya bisa berjalan dengan lancar. ada web training juga di kantor yang bisa aku gunakan untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan sebelum ujian. ketika tiba saat ujian sertifikasi, aku berangkat dengan yakin. sudah satu minggu aku tidak nonton televisi setelah pulang kerja karena aku gunakan untuk belajar demi ujian ini (salah satu yang diajarkan ibuku sejak kecil dulu adalah waktu belajar apalagi mau ujian jangan nonton tv sesudahnya, karena nanti yang dipelajari akan hilang. ingatannya tergantikan oleh acara televisi yang ditonton. jadi habis belajar langsung tidur biar besoknya bangun segar dan masih ingat semua yang dipelajari) rasanya persiapanku sudah lengkap semua, maka aku masuk ruang ujian dengan percaya diri. waktu ujiannya satu jam, ada 40 soal dan pilihan ganda. bagiku ini menguntungkan karena at least ada pilihan jika mau ngawur jawab, walaupun di lain pihak bisa membingungkan juga jika tidak tahu. begitu membaca sekilas soal-soalnya aku tersenyum lebar, rasanya pertanyaannya mudah dan sudah aku pelajari semua. langsung aku kerjakan semua soal itu dengan yakin. tidak butuh waktu yang lama, hanya sekitar 15 menit aku sudah bisa menyelesaikan menjawab semua soal itu. ah pasti dapat 100 ini pikirku dengan yakin karena semua soal aku jawab dengan percaya diri. tanpa menunggu lama langsung aku submit semua jawabanku tanpa terpikir untuk memeriksa nya lagi dari depan satu demi satu (hal lain yang diajarkan orang tua ku saat ujian, kalau sudah selesai, jangan buru-buru, jika masih ada sisa waktu periksa lagi dari depan untuk memastikan semua soal sudah dijawab dan dikerjakan dengan benar). langsung aku keluar ruangan, menuju ke ruang reception dengan senyum lebar, "mbak saya sudah selesai". "oh cepat sekali pak" kata mbak reception itu "sebentar yah saya check dulu, hasil nyua bisa langsung dilihat kok pak, lulus atau tidaknya". tidak berapa lama dia online lalu hasilnya di print, "selamat yah pak, sudah lulus!, ini hasilnya" katanya sambil menyerahkan print hasil ujian kepadaku. senyumku masih lebar saat menerima kertas itu lalu aku melihat hasilnya, damn! hasilnya tidak perfect! lalu aku teringat ada dua atau tiga soal yang sepertinya ada jawaban yang ragu karena pilihan jawabannya semuanya nampak benar. aku langsung menyesal kenapa aku buru-buru yah, tidak aku check lebih dahulu. ini sama dengan saat EBTANAS Matematika SD dahulu ada satu jawaban yang salah karena aku tidak check. Sudah aku perbaiki dengan sempurna saat SMP dulu kesalahannya tapi sekarang aku ulang kembali. telo! telo! menyesal rasanya, karena bayaran dan usaha belajar yang sudah aku lakukan jadi kurang optimal karena terlalu percaya diri dan tidak memeriksa lagi. sorenya aku cerita ke orang tuaku aku mengulang kesalahan yang sama lagi dengan dulu, sambil tersenyum mereka bicara di telefon "memang kesombongan itu membuat jatuh to le, yo wis makanya lebih hati-hati ke depan. sekarang ya sudah yang penting lulus toh, hasilnya juga bagus kok" terlepas dari soal perfeksionis dan lama ngga ujian sehingga lupa best practice-nya, saya disadarkan lagi bahwa kesombongan memang tidak akan membuahkan hal-hal baik untuk dinikmati, tidak pernah ada kesempurnaan yang dihasilkan karena kesombongan. hanya keterbukaan dan kerendahan hati yang membuat kita bisa menerima dan melakukan banyak hal, berujung pada kebaikan, dan hal-hal yang lebih baik lainnya. semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kita, saya dan anda...

You don’t need heaven to see an angel

Bulan kemarin ada undangan untuk foto dan sidik jari dalam rangka e-KTP.. sebagai penduduk dan warga Negara yang baik, saya juga mematuhi untuk datang pada undangan itu (walaupun sebenarnya lebih karena tidak mau repot di kemudian hari, berurusan dengan pemerintahan yang pasti ribet kalau sudah menyangkut kependudukan) Undangannya dari jam 8-12 siang di kantor kelurahan, harus datang sendiri dan tidak boleh diwakilkan. Damn! Umpatku, karena di hari yang sama dari pagi sampai sore harus mengikuti training wajib dari kantor. Tidak boleh telat, tidak boleh mangkir karena sudah di reserve di hotel dan trainernya dari luar, begitu wanti-wanti orang HR jauh-jauh hari. Akhirnya daripada telat, aku putuskan datang ke tempat training lebih dahulu lalu minta ijin ke trainernya untuk keluar jam setengah 12 untuk ke kantor kelurahan. “No problem”, kata trainer Filipino itu saat aku minta ijin. Kebetulan waktu itu hari jumat jadi memang setengah 12 training dihentikan untuk sholat jumat. Begitu keluar aku langsung mencari taxi untuk ke kantor kelurahan, sengaja tidak bawa mobil karena kantor kelurahan itu letaknya di jalan satu arah sehingga harus memutar dan melewati SD Tarakanita yang selalu ramai saat siang hari karena anak-anak pulang sekolah. Sengaja aku berhenti di ujung gang karena pikirku mau naik ojek saja biar lebih cepat dan praktis, apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 12 kurang seperempat. Sial! Ternyata pos ojeknya sepi. “Lagi pada jumatan pak!” Teriak penjaga parkir SD Tarakanita yang melihat aku celingak-celinguk di pos ojek. Ya ampun aku ngga mikir kalau masyarakat Indonesia ini masih beragama dan taat beribadah juga. Ngga ada ojek non muslim di sini berarti, aku tersenyum berpikir ngga penting seperti itu. “Mau kemana pak?” Tanya penjaga parkir itu mendekatiku. “Mau ke kelurahan sana pak, foto ktp” jawabku. “Jauh ngga jalannya yah?” Tanyaku kepadanya. “Yah tinggal lurus sih tapi lumayan juga kalau jalan, sebentar saya carikan motor dulu” tawarannya. Wah lumayan ini pikirku senang. Tak berapa lama abang itu datang dengan membawa motor pinjaman, aku langsung naik dan diantarkan ke kantor kelurahan. Ternyata sekitar 1km, lumayan juga kalau jalan pikirku. Begitu turun aku berikan uang kepadanya untuk jasa mengantarku. “terima kasih pak!” teriaknya sambil meluncur pergi. Ternyata penjaganya yang laki-laki juga sedang sholat. Sebelumnya aku diberitahu ada penjaga laki-laki dan perempuan jadi bisa gentian kalau yang laki-laki sholat, tapi ibu-ibu petugas yang kutemui di sana dengan gesit langsung bilang waktu aku tanya masih buka atau nggak, “tunggu dulu yah pak, lagi istirahat nih” katanya sambil membawa piring nasi dan lauk untuk makan siang. Nasib deh nunggu lagi di sini kataku dalam hati Setelah menunggu kurang lebih 30 menit, tidak lama datang petugas yang laki-laki. Untung prosesnya tidak memakan waktu lama, tinggal di foto (harus di ulang berkali-kali karena kepalaku susah tegak katanya), lalu foto retina dan sidik jari semua. Urusan sudah beres.. Keluar dari kantor kelurahan aku langsung bengong, kenapa abang parkir tadi tidak aku minta tunggu atau balik lagi yah? Lalu gimana aku pergi ke jalan besarnya? Pikirku. Ya sudahlah aku jalan kaki saja, bakalan telat nih masuk trainingnya. Jalan 100 meter ternyata ada tempat orang nongkrong, “mau ke depan yah pak?” tanya salah satu dari mereka “iya” jawabku “ada ojek ngga yah pak?” “biasanya ada, ini karena jumatan jadi pada ngumpul di depan. Tunggu aja di sini” katanya. Aku ikut sarannya, tapi sudah 5 menit menunggu kok ya ngga ada ojek yang datang kesini.. Saat aku sudah memutuskan mau jalan lagi saja daripada nunggu ngga jelas gini, ada seorang remaja lewat naik motor bebek. Kayaknya anak bengkel karena pakaiannya kotor dan dia naik motor sambil menghitung uang recehan, mungkin untuk makan siangnya.”hei, anterin bapak ini dulu ke depan sana!” teriak salah satu orang yang nongkrong kepada remaja itu. Acuh tak acuh tidak menjawab dia menghentikan motornya. “numpang yah” kataku sambil naik ke motor lalu melaju. Di jalan aku mikir, anak ini aku kasih uang berapa yah nanti? Soalnya di Jakarta ini kan tidak ada yang gratis gitu saja, apapun butuh duit dan harus dihargai dengan uang pikirku mereka-reka Sampai di ujung jalan dia berhenti “sudah sampai” katanya singkat. Aku turun dari motornya, mengucapkan terima kasih sambil mengulurkan uang kepadanya. “ngga usah bayar pak” tolaknya sambil menggerakkan tangannya. “loh nggak papa kok, ini ambil saja” aku masih bersikukuh. “bener pak, ngga papa kok, saya ikhlas…” Anjrit! aku langsung speechless sesaat. “oh..terima kasih banyak yah dek” kataku sebelum dia membalikkan motornya dan pergi menjauh. Saat menyeberang jalan dan memanggil taxi aku jadi berpikir banyak dan serasa ditampar. What a shame! I just judging the book from its cover, dan menjadi manusia yang mengira semua pasti harus ada imbalannya. Lupa bahwa kita ini punya budaya yang namanya tolong menolong. Aku ini anak desa, yang lahir dan besar di budaya kumpul dan gotong royong, kok yah sudah mulai melupakan nilai kearifan masyarakatku. Pengalaman siang hari itu mengajarkan banyak hal, untuk lebih bijaksana dalam melihat sesuatu, dan untuk selalu menjaga nilai-nilai dan kearifan yang diajarkan oleh para pendahulu kita sebagai tatanan kehidupan yang patut dilaksanakan. And yeah, we don’t need heaven to see an angel…