Sunday, October 23, 2016

nyanyi sunyi pusara sepi (elegi penantian)

dalam diam sendiri tak berkawan
panas matahari yang menyengat, dinginnya malam atau hujan yang datang silih berganti
aku sepi, sendiri..
purnama demi purnama, lewat dalam diam, tak juga ucapkan salam, apalagi berhenti: sekedar menyapa atau bertukar pelukan
aku menanti, dalam sepi

apakah salah iri hati, saat kulihat laksmi mendapatkan kehangatan
dari cucuran air mata dan doa-doa yang dipanjatkan,
meski itu hanya terjadi mungkin setahun sekali

aku tak memendam benci, pada narendra dan nareswari
yang bergelimang bahagia dalam puja puji dan gelak tawa
dimana sentuhan seperti udara yang menyelubungi, dalam dekapan kasih tiada henti

mungkin aku lebih beruntung dari yamaraja,
yang hilang tak tahu dimana, terlupa dalam masa
tugu tugu peringatanku masih berdiri megah, bersama dengan para pepunden,
leluhur yang mengelilingi dan menjagaku, dalam sepi..

apakah aku ini seperti wisanggeni, anak bajang yang harus berjuang untuk sebuah pengakuan?
tapi untuk apa lagi pengakuan itu bagiku? pada saat tak ada lagi yang harus kubuktikan
tak ada lagi yang harus kutunjukkan, atas nama kewajiban atau ujud syukur

aku juga bukan antareja, yang membaktikan diri dengan meregang nyawa
demi kemenangan yang dianggap sebagai keluhuran budi pekerti
saat pengorbanan, adalah jaminan swarga loka bersama dewa dewi

aku merasa seperti karna, yang terbuang karena tak diinginkan, karena malu ibu kunthi dan nama baik kerajaan, sehingga aku harus dihanyutkan
yang kemudian dianggap bersalah karena membela kejahatan, walaupun darma ksatria membuat aku harus berterima kasih untuk setiap pertolongan dan budi baik yang aku dapatkan
walaupun kemudian harus melihat senja terakhir di kurusetra saat panah pasopati mencabut nyawa
tapi aku bukan karna! aku yakin aku bukan karna, karena aku diinginkan, dinanti dalam setiap doa-doa yang didaraskan, yang diharapkan sebagai sang penerus tahta dan penyambung dinasti
walaupun tak sempat kurasakan hangat peluk dan ciuman, karna kelahiran dan kematian menyambutku bersamaan

aku ingin menemani! dalam setiap pahit manis kehidupan yang terjadi
aku ingin selalu ada! dan aku ingin selalu diingat...

selalu diingat... selalu diingat...
aku tahu aku selalu diingat..meski tidak setiap malam doa didaraskan,
aku tahu aku selalu diingat, dalam ucapan-ucapan yang dinyatakan

aku ingin dikenang, kenangan yang tak hanya dalam ingatan akan tetapi melalui perjumpaan
mungkin tak ada lagi air mata, tapi kehangatan doa doa yang diikuti sentuhan dan usapan
itu pasti menghangatkan jiwaku..

ini bukan tuntutan, dalam asih cinta tiada henti aku madahkan nanyian restu
untuk setiap kehidupan yang masih terus berjalan, agar sang maha cinta tiada henti memberkati

sampai saatnya nanti, saat keabadiaan menjadi milik kita bersama,
dan perjumpaan berujung pada kebersamaan tak terpisahkan
aku selalu menanti saat itu, dalam keramaian, terlebih dalam kesepian

aku yang merindu...

/dwe