Thursday, October 13, 2011

You don’t need heaven to see an angel

Bulan kemarin ada undangan untuk foto dan sidik jari dalam rangka e-KTP.. sebagai penduduk dan warga Negara yang baik, saya juga mematuhi untuk datang pada undangan itu (walaupun sebenarnya lebih karena tidak mau repot di kemudian hari, berurusan dengan pemerintahan yang pasti ribet kalau sudah menyangkut kependudukan) Undangannya dari jam 8-12 siang di kantor kelurahan, harus datang sendiri dan tidak boleh diwakilkan. Damn! Umpatku, karena di hari yang sama dari pagi sampai sore harus mengikuti training wajib dari kantor. Tidak boleh telat, tidak boleh mangkir karena sudah di reserve di hotel dan trainernya dari luar, begitu wanti-wanti orang HR jauh-jauh hari. Akhirnya daripada telat, aku putuskan datang ke tempat training lebih dahulu lalu minta ijin ke trainernya untuk keluar jam setengah 12 untuk ke kantor kelurahan. “No problem”, kata trainer Filipino itu saat aku minta ijin. Kebetulan waktu itu hari jumat jadi memang setengah 12 training dihentikan untuk sholat jumat. Begitu keluar aku langsung mencari taxi untuk ke kantor kelurahan, sengaja tidak bawa mobil karena kantor kelurahan itu letaknya di jalan satu arah sehingga harus memutar dan melewati SD Tarakanita yang selalu ramai saat siang hari karena anak-anak pulang sekolah. Sengaja aku berhenti di ujung gang karena pikirku mau naik ojek saja biar lebih cepat dan praktis, apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 12 kurang seperempat. Sial! Ternyata pos ojeknya sepi. “Lagi pada jumatan pak!” Teriak penjaga parkir SD Tarakanita yang melihat aku celingak-celinguk di pos ojek. Ya ampun aku ngga mikir kalau masyarakat Indonesia ini masih beragama dan taat beribadah juga. Ngga ada ojek non muslim di sini berarti, aku tersenyum berpikir ngga penting seperti itu. “Mau kemana pak?” Tanya penjaga parkir itu mendekatiku. “Mau ke kelurahan sana pak, foto ktp” jawabku. “Jauh ngga jalannya yah?” Tanyaku kepadanya. “Yah tinggal lurus sih tapi lumayan juga kalau jalan, sebentar saya carikan motor dulu” tawarannya. Wah lumayan ini pikirku senang. Tak berapa lama abang itu datang dengan membawa motor pinjaman, aku langsung naik dan diantarkan ke kantor kelurahan. Ternyata sekitar 1km, lumayan juga kalau jalan pikirku. Begitu turun aku berikan uang kepadanya untuk jasa mengantarku. “terima kasih pak!” teriaknya sambil meluncur pergi. Ternyata penjaganya yang laki-laki juga sedang sholat. Sebelumnya aku diberitahu ada penjaga laki-laki dan perempuan jadi bisa gentian kalau yang laki-laki sholat, tapi ibu-ibu petugas yang kutemui di sana dengan gesit langsung bilang waktu aku tanya masih buka atau nggak, “tunggu dulu yah pak, lagi istirahat nih” katanya sambil membawa piring nasi dan lauk untuk makan siang. Nasib deh nunggu lagi di sini kataku dalam hati Setelah menunggu kurang lebih 30 menit, tidak lama datang petugas yang laki-laki. Untung prosesnya tidak memakan waktu lama, tinggal di foto (harus di ulang berkali-kali karena kepalaku susah tegak katanya), lalu foto retina dan sidik jari semua. Urusan sudah beres.. Keluar dari kantor kelurahan aku langsung bengong, kenapa abang parkir tadi tidak aku minta tunggu atau balik lagi yah? Lalu gimana aku pergi ke jalan besarnya? Pikirku. Ya sudahlah aku jalan kaki saja, bakalan telat nih masuk trainingnya. Jalan 100 meter ternyata ada tempat orang nongkrong, “mau ke depan yah pak?” tanya salah satu dari mereka “iya” jawabku “ada ojek ngga yah pak?” “biasanya ada, ini karena jumatan jadi pada ngumpul di depan. Tunggu aja di sini” katanya. Aku ikut sarannya, tapi sudah 5 menit menunggu kok ya ngga ada ojek yang datang kesini.. Saat aku sudah memutuskan mau jalan lagi saja daripada nunggu ngga jelas gini, ada seorang remaja lewat naik motor bebek. Kayaknya anak bengkel karena pakaiannya kotor dan dia naik motor sambil menghitung uang recehan, mungkin untuk makan siangnya.”hei, anterin bapak ini dulu ke depan sana!” teriak salah satu orang yang nongkrong kepada remaja itu. Acuh tak acuh tidak menjawab dia menghentikan motornya. “numpang yah” kataku sambil naik ke motor lalu melaju. Di jalan aku mikir, anak ini aku kasih uang berapa yah nanti? Soalnya di Jakarta ini kan tidak ada yang gratis gitu saja, apapun butuh duit dan harus dihargai dengan uang pikirku mereka-reka Sampai di ujung jalan dia berhenti “sudah sampai” katanya singkat. Aku turun dari motornya, mengucapkan terima kasih sambil mengulurkan uang kepadanya. “ngga usah bayar pak” tolaknya sambil menggerakkan tangannya. “loh nggak papa kok, ini ambil saja” aku masih bersikukuh. “bener pak, ngga papa kok, saya ikhlas…” Anjrit! aku langsung speechless sesaat. “oh..terima kasih banyak yah dek” kataku sebelum dia membalikkan motornya dan pergi menjauh. Saat menyeberang jalan dan memanggil taxi aku jadi berpikir banyak dan serasa ditampar. What a shame! I just judging the book from its cover, dan menjadi manusia yang mengira semua pasti harus ada imbalannya. Lupa bahwa kita ini punya budaya yang namanya tolong menolong. Aku ini anak desa, yang lahir dan besar di budaya kumpul dan gotong royong, kok yah sudah mulai melupakan nilai kearifan masyarakatku. Pengalaman siang hari itu mengajarkan banyak hal, untuk lebih bijaksana dalam melihat sesuatu, dan untuk selalu menjaga nilai-nilai dan kearifan yang diajarkan oleh para pendahulu kita sebagai tatanan kehidupan yang patut dilaksanakan. And yeah, we don’t need heaven to see an angel…

No comments: