Friday, February 12, 2010

life? you just need to live it

tadi sore saya pergi ke warung tegal di dekat tempat saya tinggal untuk mengisi perut setelah seharian kosong tidak terisi apapun selain air putih.

suasana warteg itu tidak terlalu ramai, ada empat orang yang sedang menghabiskan makanannya. "makan apa mas?" tanya mbak si penjual dengan ramah, kelihatannya dia habis mandi karena rambut panjangnya masih basah dan wajahnya segar berseri.
saya memilih menu makanan saya sore itu, "hmm harus yang bergizi tapi tidak menambah lemak di tubuh" pikiran saya ketika menunjuk satu demi satu sayur dan lauk yang saya inginkan. kemudian saya memesan teh tawar hangat untuk minumnya.

tidak berapa lama 4 orang yang terlebih dahulu makan sebelum saya satu persatu menyelesaikan makannya, membayar kemudian meninggalkan warung itu, tinggal mbak penjual dengan saya.

mungkin karena merasa pembelinya tinggak saya dan belum banyak yang datang lagi (saya datang lebih awal untuk makan malam karena baru jam setengah enam sore, langit masih terang), mbak itu kemudian menghidupkan radio. tidak berapa lama kemudian mengalun lagu-lagu dangdut dengan suara perempuan yang mendayu-mendayu. dikeraskannya suara radio itu sehingga bisa terdengar sampai ke luar warung. beberapa orang yang lewat menoleh karena suara lagu dangdut itu, tapi si mbak penjual tetap saja sambil tersenyum mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti irama lagu. saya jadi geli sendiri melihatnya begitu menikmati lagu-lagu dangdut itu.

saya perhatikan terus penjual makanan itu kemudian saya ingat lagi, dia memang ramah, tidak hanya kepada saya tetapi juga kepada pembeli yang lain. mungkin memang itu sebuah keharusan sebagai penjual akan tetapi juga mungkin karena memang sifatnya demikian. saya tidak tahu, dan saya melihat keramahan dan cara menikmati lagu itu sebagai cara si mbak memilih menjalani kehidupan ini.

selesai makan sambil membayar sambil membayar saya mencoba membuka percakapan, "mbak, keras banget muter lagu dangdutnya. suka yah?" tanya saya. sambil tersenyum dia berkata "iyah mas, lagunya enak didengarkan sore-sore gini". "emang ngga malu didengarkan orang di luar, mana suaranya kenceng banget" celetuk saya. "biarin aja, ngga ganggu orang ini" jawab dia masih sambil tersenyum dan memberikan kembalian kepada saya.

dalam perjalanan pulang, saya memikirkan lagi percakapan sederhana di warteg tadi. membandingkan hidup mbak penjual makanan tadi dengan hidup saya, dan dengan kehidupan orang-orang pada umumnya. saya berfikir mbak itu tidak mungkin tidak punya masalah, entah memikirkan apakah makanannya akan habis malam ini, apa yang akan dia beli dan dimasak besok pagi, sampai kapan warungnya akan bertahan, apa yang akan terjadi dengan hidupnya, dan mungkin masih banyak lagi. tidak berbeda dengan kita, anda, saya, dan orang-orang lain yang memiliki banyak pikiran dan masalah dalam hidup ini.

yang menarik adalah mbak itu memilih untuk tetap menjalani hidupnya dengan gembira, mandi di sore hari sebelum melayani pembeli sehingga tetap segar dan menarik orang untuk tidak malas makan di warungnya karena penjualnya kumuh misalnya. ramah dan murah senyum, kemudian di saat senggang melakukan hal-hal yang membahagiakan dan bisa dia nikmati. "tidak ganggu orang ini" prinsipnya ketika melakukan hal yang dia suka.

mungkin bukan sebuah pilihan yang mudah untuk selalu dilakukan setiap hari, mungkin tidak selalu dia akan ramah atau tersenyum terus, akan tetapi paling tidak dalam pandangan saya dia mencoba menjalani hidupnya dengan gembira dan dalam sikap positif.

ini mungkin sebuah teladan bagi kita, anda dan saya, tentang bagaimana sekali lagi kita melihat kehidupan ini. masalah? itu pasti tidak akan pernah berhenti. mungkin karena itulah kita dikaruniai akal budi.

jika demikian mungkin ada baiknya kita mengikuti mbak penjual tadi, live the life the best that we can. "tidak ganggu orang ini" tidak berarti kita menjadi tidak perduli akan tetapi lebih bahwa kita lakukan yang kita yakini dan kita bahagia dengan apa yang kita lakukan.

selamat menikmati hidup ini :)

Wednesday, February 10, 2010

The Man Who Selling Jagung Rebus

it was 11pm at sudirman street when i saw this man, the street seller.

he was standing beside the cart, old and tired, while there are still a lot of jagung rebus not yet sold. his eyes looking far as if thinking of something.


suddenly i felt that i had to buy it, so i stopped my car and park it in the alley next to the street. I came and asked him: good evening sir, how much you sell the jagung rebus?

he turned the face and looked very happy seeing someone want to buy his jagung rebus: it's three thousands rupiahs only..he replied with the hope that I will buy it.

i nodded my face and said: ok then i will buy five. and then i gave my money to him.

the smile became wider when receiving my money: thank you, thank you very much sir. and he kept smiling when i left him.


i don't want to show that i am a good person when i wrote this story. this money is not much for us, in fact it needs to be multiplied by six to have a shoot of tequila or a glass of chardonnay. it needs to be multiplied by ten to have mojito or lychee martini. in other word, it's little money for us, everyone can do the same.


the thing that i want to share is my feeling when i saw his smile. the feeling of sharing to others, it made me feel good and happy also. actually i am the one being blessed during the event.


my friends, this is just refreshment as i am sure all of you know it already.

small things for us can be big things for others who really need it. so be sensitive with others around you and be proactive to share what you have to others. you will never know, how your compassion can turn out someone's life into a better one.

at least, it makes this world more comfortable to live in...

Wednesday, February 3, 2010

tentang ibuku

ijinkan aku bercerita tentang ibuku, perempuan yang sangat aku cintai

ibuku lahir hampir 62 tahun yang lalu, dari pasangan jagabaya dan perempuan petani sederhana di desa. orang tuanya penganut aliran kepercayaan.
ketika kecil ibuku diasuh oleh seorang polisi. polisi ini yang mengajarkan kepada ibu tentang arti pendidikan, kedisiplinan, dan banyak hal lainnya.
dari ayahnya ibuku belajar tentang kesederhanaan dan kerja keras.

meskipun seorang perempuan, ibuku bercita-cita untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin. dulu bahkan cincin tunangan dari seorang pemuda yang melamarnya dikembalikan karena ibu masih ingin bersekolah. sungguh luar biasa untuk gadis desa waktu itu. saat teman-teman sebayanya memilih menikah dan bekerja di sawah, ibu masih menggenjot sepeda puluhan kilometer untuk bersekolah, sampai akhirnya mendapatkan gelar sarjana muda

ibuku kemudian mengajar di sekolah sebelum akhirnya kemudian menikah dengan ayahku. satu hal yang aku ingat adalah kegigihan dan kerja kerasnya, ibu begitu kreatif dalam mengajar, bahkan sempat direkrut untuk membuat buku pelajaran oleh penerbit intan pariwara dan erlangga yang terkenal pada masa itu. ibu juga aktif sebagai guru inti di propinsi, sebagai pengawas, bahkan hendak dijadikan kepala sekolah. tapi ibu menolak karena alasan keluarga waktu itu.

bagi ibuku pendidikan adalah segalanya, mungkin karena ibu merasa dengan pendidikan akan bisa meningkatkan pengetahuan dan membuka wawasan kita. ibuku selalu bilang: le, bapak ibu itu cuman guru, pegawai negeri yang ngga bisa ngasih kamu bekal kekayaan. bapak ibu cuman bisa berusaha untuk memberikan bekal pendidikan sebagai pegangan hidupmu. itu selalu terngiang di kepalaku. dalam hal pendidikan disiplinnya sangat kuat. jika kami sedang ujian, jangan harap ada televisi atau radio menyala, atau bermain dengan teman. harus belajar kemudian tidur agar besok pagi bisa ingat apa yang dibaca dan dipelajari.

dalam kesibukannya, ibuku selalu ingin menjaga setiap anaknya. selalu tampil sebagai penolong dalam setiap kebutuhan dan kesusahan anaknya. aku ingat saat aku kecelakaan dan dirawat di rumah sakit bagaimana ibu meninggalkan pekerjaannya untuk menjagaku setiap hari. bagaimana ibu pergi ke departemen pendidikan dan sekolah untuk mengusahakan aku bisa ujian di rumah sakit.

aku sangat mencintai ibuku dan aku tau ibuku sangat mencintai aku. dalam setiap hal yang aku lakukan ibu selalu di belakangku dengan doa restunya. setiap kali aku akan ujian atau melakukan hal penting, ibu selalu berdoa dan membiarkan lilin itu terus bernyala. walau kadang tindakanku salah atau tidak sesuai dengan kehendaknya, ibu tetap mendoakan yang terbaik untukku.

gempa bumi di jogja tahun 2006 kemarin sedikit banyak berpengaruh terhadap kondisi ibuku yang sudah semakin tua, apalagi sejak pensiun ibu jadi tidak lagi seperkasa dahulu kala. tubuhnya tidak lagi tegak dan tak bisa lagi berlari atau berjalan cepat seperti biasa dia lakukan dahulu. pengaruh naik motor selama lebih dari 25 tahun juga membuat kadang tangannya mulai gemetar. tapi saat dibutuhkan, oleh saudara maupun siapapun, dalam kelemahan dan keterbatasannya ibu kembali menunjukkan kehebatannya. pikiran dan pertimbangannya, langkah taktis dan sikap efisien cepatnya. itu diakui oleh kami semua.

ibuku kini sudah semakin tua, kadang ibu berkata duh dulu kenapa sering meninggalkan anak-anak untuk bekerja, tapi kalau nggak gitu ngga bisa membiayai sekolah kalian. lalu matanya mulai berkaca-kaca. ah aku selalu terharu jika melihatnya seperti itu.
aku tidak selalu berdamai dengan ibuku, kadang aku membuatnya kecewa, kadang aku juga marah kalau ibu terlalu banyak bertanya, tapi saat jauh, saat aku sendiri, mengingat ibuku selalu membuatku terharu.

ibuku mungkin sudah tak seperkasa dulu lagi, sudah tak sepandai dulu lagi, kekuatannya sekarang terletak dalam diamnya melihat dan mendoakan anak-anaknya. kadang dia masih saja memikirkan kami, uangnya itu dipakai untuk kebutuhan kalian yang masih banyak, bapak ibu masih punya dari pensiun, jangan dikasih ke bapak ibu terus uangnya. ah cinta kasihnya sungguh tak pernah berhenti kepada kami.

aku mencintai ibuku dan aku tahu ibuku begitu mencintai aku. aku ingin bercerita kepada semuanya tentang perempuan hebatku, yang begitu aku cintai dan aku banggakan
ibuku...